Tuesday, February 24, 2009

Siapa Yang Salah..?



Lambatnya Kedutaan Mesir di Indonesia memberikan visa entry kepada calon Mahasiswa Baru, berbuntut panjang pada keterlambatan mereka untuk mengikuti bangku kuliah hingga melewati masa Ujian Termin Pertama. Permasalahan Serious Misunderstanding antara pihak Depag dan Kedutaan, bukan saja berpengaruh pada psikologis setiap calon Mahasiswa Baru, melainkan berpengaruh luas pada dinamika kehidupan Masisir, utamanya pada re-generasi kelompok organisasi secara lebih spesifik. Wacana peningkatan prestasi Masisir yang dicanagkan Lokakarya “kemarin Pagi” sudah tentu ikut ketiban batunya, wacana peningkatan prestasi masisir akan amburadul jika tidak segera diatasi jalan keluarnya. Sebagai reaksi, timbulah berbagai kecurigaan dan saling membenarkan, lalu siapa yang bersalah….?

Semenjak diumumkanya kelulusan tes Depag bulan …..tahun 2008 silam, sebagian Camaba optimis dalam waktu dekat akan segera diberangkatkan pihak Mediator, tak sedikit dari mereka malah telah mengadakan tasyakuran atau acara semacamnya, menyambut keberangkatan. Namun setelah hari-berganti hari, minggu, bulan bahkan tahun pun ikut berganti realita tak kunjung terjadi, munculah rasa gundah dan stres dalam benak mereka. Akibat tak tahan menunggu terlalu lama tak sedikit dari mereka yang malah mengasingkan diri hijrah ke luar kota jauh dari tempat tinggal kedua orang tuanya, “temanku malah mengasingkan diri ke tempat kostan temanya, malu katanya sama tetangga…”, ujar pria asal Jawa Timur yang tidak mau dikemukakan identitasnya. Belum lagi sesampainya di bangku Kuliah, mereka harus bersabar menunggu satu tahun karena tak ikut ujian semester pertama.

Lain dengan cerita kelompok organisai Masisir, keorganisasian Masisir yang menjamur selama ini, tentunya membutuhkan generasi penerus yang lebih dari sekdar satu atau dua orang saja. Adanya keterlamabatan pemberangkatan Camaba otomatis membuat kelompok organisasi yang kebetulan sudah dikejar masa deadline kebingungan bagaimana merekrut anggota baru, mereka tak ada pilihan selain menunggu kedatangan Maba atau memaksakannya.
Jika tahun kemarin tingkat kenajahan masisir mencapai 63% bisa dibayangkan darstis penurunan prestasi pada tahun ini, Lokakarya yang dicanangkan untuk improvisasi prestasi masisir bisa jadi tahun ini malah tak ada asarnya. Pak Abdullah saat dimintai keterangan mengatakan " Dibilang gagal juga engga karena Lokakarya sendiri diadakan termasuk untuk mencari solusi dari masalah baru yang dihadapi, bahkan ada rencana pembangunan asrama untuk mahasiswa Indonesia yang direncanakan dekat dengan kampus perkuliahan, tinggal menunggu respon dari Pak Dubes, InsyaAllah tahun ini satu asrama optimis bisa dibangun" ujar Pak Abdullah panjang lebar. Presiden PPMI menambahi dalam menaggapi hal ini "ini merupakan benar-benar permasalahan lama yang kurang sigap dalam pemecahanya" ungkapnya saat di wawancarai.

Adanya isu krisis kepercayaan yang beredar selama ini antara Depag-Kedutaan, dan siapa yang bersalah di tepis oleh Pak Abdullah "tentunya itu harus disertai dengan saksi dan bukti, saya kira awalnya adanya ketidak jelasan mekanisme saja, karena tidak ada sistem kemudian ada semacam satu mekanisme yang terbentur sehingga masing-masing merasa berhak dan merasa benar"

Sejauh ini bentuk kerjasama antara pihak KBRI, kedutaan Mesir dan Depag jelas ada karena hal tersebut termasuk progres Atdikbud, mudah-mudahan Atdikbud baru Pak Dr. Sangidu, M. Hum akan lebih cepat lajunya proses penangulangan masalah ini, dan sekarang sedang disusun MoU untuk mengatur kedatangan Camaba. "MoU sudah mulai penterjemaahan berkas tinggal peroses selanjutnya antara Jakarta Kairo" terang Pak Abdullah. MoU tersebut mengatur apa hak dan kewajiban Depag, apa hak dan kewajiban kedutan dan Al-azhar jadi semua punya rul dalam peroses rekrutmen camaba. Rencananya Depag yang menyelesaikan Administratifnya kemudian Alazhar mendatangkan Guru yang menyeleksi Maba. "mudah-mudahan ini jadi cerita terakhir" terang Pak Mukhlason. Semoga..!


MABAKU MALANG BERULANG-ULANG

Permasalahan Maba yang tak kunjung selesai, bagaikan aliran sungai yang sulit dibendung. Mekanisme perekrutan Camaba yang ada selama ini, ternyata belum cukup menyatukan instansi-instansi terkait yang mengklaim sama-sama memiliki hak mandat Al-Azhar untuk mendatangkan mahasiswa baru. Lantas bagaiamana nasib mereka hingga saat ini?, lalu apa dibalik disharmonisasi birokrasi dua instansi terkait? Usaha apakah yang dilakukan Pihak KBRI dan PPMI untuk menanggulangi permasalahan ini? Simak laporan Sane sundani di TeROBOSAN dan Blog ini dari lapangan.

Daroji dan Nadi kawan satu pesantrenya, keduanya memakai nama samaran, berangkat ke Jakarta untuk mengikuti tes penerimaan calon Mahasiswa penerima beasiswa Al-Azhar yang diadakan oleh Kedutaan Mesir di Jakarta, mereka sebelumnya mendapatkan informasi dari seorang ustadz utusan Al-Azhar yang ditugaskan mengajar di pesantren tempat mereka mengaji. Singkat cerita, setelah adanya pengumuman kelulusan, keduanya dinyatakan lulus mengikuti tes seleksi yang diadakan Kedutaan Mesir dalam lima gelombang.

Malang nasib mereka, pihak Kedutaan hanya bersedia memberikan visa tanpa bersedia memberikan biaya tiket pemberangkatan, pihak Kedutaan malah menuyuruh mereka untuk meminta biaya tiket dari Depag RI. Akhirnya atas saran Kedutaan tersebut, keduanya bersama teman-teman yang lain berangkat ke kantor Depag untuk meminta biaya tiket pemberangkatan. Beruntung bagi Nadi, pihak Depag yang masih memiliki quota bagi colon Siswa Ma’had, memberinya baiaya tiket sebesar Rp 5 juta untuk pemeblian tiket seharga 6 juta rupiah. Namun, malang bagi Daroji dan kawan-kawanya yang ingin masuk kuliah, Bukan gayung bersambut, pihak Depag RI menolak untuk menanggung biaya tiket pemberangkatan calon penerima beasiswa Al-Azhar yang bukan melalui Depag. Mungkin karena minimnya anggaran dana, sebagaimana di jelaskan Presiden PPMI Abdullah Yazid kemarin “hal itu terlihat dari bantuan tiket yang diberikan kepada 28 calon mahasiswa beasiswa Depag yang hanya diberi bantuan harga tiket sebesar Rp 3,8 juta, setengah dari harga tiket” ujarnya kepada TeROBOSAN.

Dengan hasil mengecewakan akhirnya meraka kembali ke Kedutaan untuk meminta pertanggung jawaban. Setelah pihak Kedutaan mengetahui perihal tersebut, kemudian sebagai reaksi, pihak Kedutaan menolak memberikan visa entry bagi calon Mahasiswa yang lulus melalui tes Depag, bahkan pihak kedutaan sendiri malah sempat menahan sebagian paspor milik mereka. Dilain pihak, Daroji dan teman-temanya yang lulus melalui tes kedutaan, selalu dianjurkan untuk meminta tiket pemberangkatan dari Depag, malah anjuran tersebut bernada ancaman “"jangan sampai kalian membeli tiket sendiri sebelum diberi oleh pihak Depag, kalau tidak kalian tidak akan diberangkatkan !" kata Daroji dengan mimik serius menirukan petugas Kedutaan.

Setelah melalui proses negosiasi, pihak kedutaaan akhirnya mengalah dan bersedia memberikan visa entry bagi calon Mahsiswa Beasiswa Depag, walaupun bagi non beasiswa sampai saat ini masih belum jelas, akhirnya, Daraoji beserta tema-temannya yang lain, benar-benar tidak bisa mendapatkan biaya tiket pemberangkatan dari Depag.

Permasalahan tidak berhenti sampai disana, sesampainya Daroji di Mesir, dia tidak bisa langsung menikmati bangku perkuliahan, alasanya Daroji tidak membawa ijazah serta berkas-berkas sebagaimana persyaratan masuk kuliah, karena pihak Kedutaan yang menyeleksianya, samasekali tidak memberitahukan persyaratan ini. sebaliknya dengan Nadi, niat awal masuk Ma’had malah terdaftar di Fakultas Ushuluddin. Akhirnya, keduanya sama-sama harus puas menikamti bangku Dirasah Khasah, menunggu datangnya berkas dan izajah dari Indonesia.

Baik Depag RI maupun pihak Kedutaan Mesir di Indonesia, keduanya sama-sama memiliki hak mandat dari Al-Azhar untuk merekrut calon mahasiswa baru yang akan memperoleh beasiswa al-Azhar, akan tetapi Depag sendiri telah mengadakanya sejak tahun 90-an silam. Permaslahan justru muncul pada tahun ajaran 2007-2008 tahun kemarin, ketika kedutaan Mesir ingin ikut menyeleksi hasil penyeleksian dari Depag yang berjumlah 90 orang, dan meluluskan 45 orangnya saja, sementara itu Depag sendiri sebenarnya tidak mempermasalahkan penyeleksian kembali oleh pihak Kedutaan, yang membuat Depag tidak “srek” istilah Pak Abdullah, adalah pihak kedutaan yang mencari sisa/tambahan dari 45 camaba secara sepihak tanpa berkoordinasi dengan Depag, Kedutaan sendiri malah melimpahkan biaya tiket pemberangkatan ke Depag.

Pak Abdullah yang duduk bersama pak Mukhlason, saat dimintai keterangan di kantornya, mewakili Atase Pendidikan yang baru saja pulang ke Indonesia, mengatakan “Serieus Missunderstanding” ungkapnya menirukan istilah Pak Dubes yang disampaikan saat pertemuan dengan pejabat Kemlu untuk menekan pemerintaha Mesir. “Karena tidak ada sistem kemudian ada semacam satu mekanisme yang terbentur sehingga masing-masing merasa berhak dan merasa benar” ujarnya.

Perekrutan Camaba yang dilakukan secara sepihak selama dua tahun berturut-turut oleh kedua instansi, seolah mengisyaratkan adanya semacam krisis kepercayaan antara kedua pihak, bahkan kejadian ini, untuk yang kedua kalinya, “Intinya di ketidak jelasan prosedur, kedua pihak sama-sama merasa berhak mendapat mandat dari Al-Azhar untuk merekrut Mahasiswa Baru” kata Pak Abdullah menambahkan.

Terlepas dari adanya kerisis kepercayaan atau tidak, hingga saat ini Kedutaan Mesir di Indonesia belum memenuhi permintaan visa entry bagi Camaba non beasiswa sepenuhnya, merujuk pada laporan yang di terima Presiden PPMI dalam pertemuan dengan mitra mediator, Ahad 15/02/09 bertempat di Wisma Nusantara, mengatakan “ sampai saat ini ada 293 Maba yang telah mendapatkan Muwafaqah Amin Qaum, selanjutnya akan dikirim ke Jakarta melalui Kementrian Luar Negri sebagai persyaratan untuk mendapatkan Visa entry” terangnya.

Penundaan pemberian Visa entry oleh pihak kedutaan sebenarnya tidak terlepas dari dua persyaratan yang ditetapkan pihak kedutaan yang harus dipenuhi oleh setiap Camaba yaitu; Muwafaqah Amin Daulah dan Muwafaqah Amin Qaum. Hal ini sebagaimana ditetapkan pada Camaba beasiswa Depag dan Kedutaan. Malangnya proses Muwafaqah Amin Qaum bagi non beasiswa mengalami keterlamabatan, sehingga otomatis menghambat pemberian visa entry dari Kedutaan.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, Muwafaqah Amin Qaum bagi Camaba non beasiswa, tidak menjadi persyaratan mutlak sebagaimana muwafaqah Amin Daulah. artinya jika terjadi keterlambatan penetapan Muwafaqah Amin Qaum-pun tidak akan mempengaruhi pemberian visa entry di kedutaan. Namun tahun ini secara tiba-tiba pihak kedutaan menetapkan persyaratan diatas, “ kebijakan kedutaan Mesir di Jakarta sangat mendadak dan belum disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait, termasuk Bagian Pnedaftaran Mahasiswa Baru Universitas al-Azhar” ungkap Yazid, Presiden PPMI priode 2008-2009 ini menyayangkan.

Hingga saat ini baik KBRI maupun PPMI telah berusaha mencari solusi dari permasalahn ini, sebagaimana di kutip dalam Press Release PPMI, diantaranya, tanggal 15 Oktober 2008, PPMI mengadakan audiensi dengan Duta Besar RI Bapak Drs. AM. Fachir. Pada saat yang bersamaan Pak Dubes menghubungi Duta Besar di Jakarta berkenaan dengan permasalahan calon Mahasiswa Baru. Akhir bulan November, PPMI menghadap Rektor Unv. Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thoyyib guna melayangkan surat permohonan untuk membantu mempercepat pengeluaran visa entry bagi calon Mahasiswa Baru. Tanggal 28 september, PPMI memberikan kronologi permasalahan tidak dikeluarkanya visa entry bagi calon Mahasiswa Baru kepada Universitas Al-Azhar melalui Direktorat Pengasuhan Mahasiswa Asing Prof. Dr. Hamid Abu Thalib. Setelah itu, tanggal 7 Januari 2009, PPMI menghadap pembantu Rektor Bagian Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Al-Azhar Prof. Dr. Abdul Fadel guna membicarakan permasalahn calon Mahsiswa Baru.

Hingga berita ini diturunkan belum ada pernyataan kapan dan pastinya calon Mahasiwa non Beasiswa bisa di berangkatkan “kita tidak bisa memastikan, namun sudah ada penekanan dan akan berkoordinasi dengan pihak Dubes di Jakarta”, tutur Pak Abdullah, saat di wawancarai.









.